Senin, 14 Maret 2011

UPACARA GREBEG






Grebeg adalah upacara keagamaan yang ada di keratin, yang diadakan tiga kali dalam satu tahun, bertepatan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad saw (Grebeg Maulud), Hari Raya Idul Fitri (Grebeg Syawal), dan Hari Raya Idul Adha (Grebeg Besar).
Pada hari itu Sri Sultan berkenaan member sedekah berupa gulungan-gulungan yang berisikan makanan dan lain-lain kepada rakyat. Upacara semacam itu disertai dengan upacara penyembah Tuhan Yang Maha Kuasa oleh Sri Sultan sendiri di Sitihingil-utara dan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Kyai Pengulu untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, keagungan agama dan kebahagiaan serta keselamatan keraton , nusa dan bangsa pada umumnya.

Setelah keluar dari Regol Sri Manganti, Sri Sultan melihat dihadapannya Bangsal Ponconiti. Ponco berarti lima, symbol dari panca-indriya kita. Niti berarti meneliti, menyelidiki, memeriksa. Disinilah Sri Sultan mulai meneliti panca indriyanya, mempersatukan pikirannya untuk sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menjunjung tinggi perintahNya. Karena itulah kanan kiri Bangsa Ponconiti ditanami pohon-pohon Tanjung. Halaman dimukanya disebut Kemandungan.
Mandung berarti mengumpulkan. Tanaman yang terlihat disebelah utara halaman ini adalan Photon Kepel atau Cengkirgading.

Kepel atau kempel berarti menjadi padat atau beku. Cengkirgading berwarna kuning. Wrna kuning adalah symbol segala sesuatu yang mengandung makna Ketuhanan. Jadi semuanya mempunyai arti : “ Kumpulkan dan padatkanlah tuan punya panca-indriya dan pikiran, sebab tuan akan bersujud dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa” melalui Regol Brajanala. Sri Sultan naik tangga lantai dan dimukanya terlihatlah olehnya sebuah tembok dari batu bara disebut “Renteng Mentog Baturana”.

          Braja berarti            : senjata
          Nala berarti             : hati
          Renteng berarti        : susah atau khawatir atau sangsi
          Baturana berarti       : batu pemisah

Semuanya mempunyai arti “Ta” usahalah tuan khawatir atau sangsi, kalau menjadi alat Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjalankan hokum Negara yang adil.

Sri Sultan kemudian naik tangga lantai membelok ke kanan, tampaklah dihadapannya Photon Jambu Tlampok Arum. Ini mengandung arti “Berkatalah selalu yang harum-harum. Bicaralah selalu bijaksana. Supaya nama tuan berbau harum diseluruh dunia” Sekarang Sri Sultan telah berada di Sitihinggil betul-betul. Disebelah kiri beliau, Sri Sultan melihat phon-pohon kemuning ditaman berjejer empat di sebelah selatan.

Bangsal Witono artinya “Heningkanlah pikiran tuan”. Kemudian Baginda naik Bangsal Witono. Witono berasal dari bahasa kawi yang berarti temapt duduk di surga. Dalam bahasa jawa wiwitana artinya mulailah. Bangsal witono itu tempat pusaka-pusaka keraton pada upacara-upacara Grebeg. Ditebing lantainya sebelah barat terdapat sebuah condrosengkolo berbunyi “Tinata Pirantining Madya Witono” atau tahun 1855 (Jawa) dan disebelah timur “Linungid Kembar Gatraningron” atau tahun 1926 (Masehi). Tahun-tahun waktu bangsal ini dimulyakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.

Sebelum Sri Sultan duduk di Singgasana, Singgasana diatur dahulu di Bangsal Manguntur Tangkil oleh dua abdi dalem keraton yang namanya berawalan Wignya dan Derma. Tiap-tiap pegawai keraton menurut golongan jabatannya, misalnya Dermokalpito,Wignyasekarta, Wignyamenggala, Dermosemono, dan sebagainya. Awalan Wignya menunjukkan jabatan tukang membawa “ampilan” Sri Sultan misalnya, tombak, pedang, dan lain-lain. Sedangkan awalan Dermo menunjukkan jabatan ahli ukir mengukir. Ini mempunyai artinya “Hendaknya tuan Wignya (pandai, bias, mampu) duduk di singgasana, dihadap oleh rakyat tuan, karena tuan hanya sederma (sekedar) mewakili Tuhan Yang Maha Kuasa”. Itulah sebabnya Sri Sultan mempunyai gelar “Abbdurrachman Sayidin Panatagama Kalifatulllah.


0oo000oo0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar